Satu Kisah tentang Kekasih

Aku menyukai warna-warna teduh 
di matanya
Seperti hari ini
saat senja sedang menunduk 
dan memerah di dalamnya

Aku pernah menjadi pemilik 
seluruh senyum dari wajahnya 
Pundaknya serupa laut 
tempat meluruhkan segala kesedihan 
yang memuncaki ubun-ubun

Sore ini 
hujan mengunci seluruh ingatan
menjadi keheningan panjang 
yang ingin terus kuulang

Tapi selama apapun terlelap 
satu sama lain adalah mimpi
yang takkan pernah bisa 
saling meraih

Duh TUHAN
alam terus saja mengira-ngira
entah seperti apa takdir ini 
Engkau akhirkan
 
/Rita Bulan, Tinambung 2021

MUHASABAH

Reruntuhan pertanyaan jatuh bersama guguran bunga di atas makam itu. Satu yang paling bisa kubaca. Yang berpulang dengan kenangan baik, akankah kita juga?

Seluruh doa adalah tempat meletakkan ketakutan yang tak bisa kita sembunyikan. Pada wajah-wajah yang menyimpan teduh, saya membaca yang lainnya.

: Kasih Tuhan, Ar Rahman. Maha Baik.

/Kandeapi, 2020

Selepas Hujan Bulan Juni*

: Sapardi Djoko Damono

di tengah hutan yang sedang kelabu
seekor burung kecil kedinginan bertengger sejak pagi
tertunduk menyimpan parau
dalam kicau yang tak mampu membendung pilu

di kakinya dahan bebungaan pohon tersedu
mengeja kembali bait-bait puisi 
yang pernah melukis pelangi
pada langit-langit musim yang biru

nanti, setiap kali akarnya kering oleh waktu
lembar demi lembar dedaunan akan luruh
menyuarakan apa saja
yang tak bisa kau dengar dari hatimu

di antara semua yang akan kita kenang
puisi menjadi rindu paling abadi
yang tak ingin dilepaskannya lagi
kini dan nanti

/Polewali Mandar, 2020


*Kompasiana, 22 Juli 2020

BuLan: NYANYIAN RINDUKU*

"Nyanyian rinduku takkan pernah usai
lirik-liriknya takkan pernah menemui not terakhirnya
sungguh takkan habis hingga jasadku tak bersisa"
___
Ingin kubenamkan diriku jauh ke dasar samudera
barangkali di bawah sana
suaramu kan kehilangan frekuensinya

Ingin kupasung diriku di puncak gunung yang tinggi
barangkali di atas sana
bayanganmu kan lelah kehilangan kekuatannya

Tapi aku yakin semuanya juga akan sia-sia
karena kemana pun aku selalu membawa serta hatiku

Hati yang telah kau kuasai dengan sepenuhnya
hati yang telah kau lekati bayanganmu hampir sempurna
hati yang padanya telah kau abadikan dalam cerita
bahagia sekaligus luka

/Makassar, 2019

Unis Sagena*: PUISI UNTUK BULAN TAK PERNAH PULANG

Wahai Bulan yang diamuk rindu,
Mengapa puisimu semata sendu?
Padahal, pendar kulihat di matamu
Kala pertama kita bertemu
Di pekat malam ketika itu

Aduhai Bulan yang dimabuk rindu,
Mengapa puisimu suram begitu?
Padahal, cintamu bukannya lugu
Ia akan menjadi debu
Jika hanya menunggu
Apatah lagi meragu dan tergagu

Bagiku,
Puisi-puisimu serupa tandu
Yang membawa jiwamu ke rantau
Untuk mencari kekasihmu
Bagai Sassi, Sohni, dan Marui dalam cerita Urdu
Yang rela terbakar hingga jadi abu
Demi kasihnya yang satu

Engkau Bulan kepalang rindu,
Meminta pesan dan kesan dariku
Tentang bukumu yang penuh kelabu
Mari sini, kubisikkan sesuatu dalam kelambu:
Bahawa cinta tlah membuatmu sakau
Sekaligus memukau

Jika kau terus merayau,
Kau mungkin menahan ngilu
Perlukah kukirimkan buluh perindu? 😊
*)Eseis dan editor lepas

Design a site like this with WordPress.com
Get started